Ad 728x90

Minggu, 29 Oktober 2023

Didikan Subuh Darul Maarif Batu Balang dapat Bantuan Sarapan Pagi dari Donatur dan  Alumni

Didikan Subuh Darul Maarif Batu Balang dapat Bantuan Sarapan Pagi dari Donatur dan Alumni


Sarapan Nasi Goreng Bersama Santri Didikan Subuh di Pondok Al-Qur'an Darul Maarif jorong Tigo Alua, Batu Bolang pada pagi Ahad (29/10/2023)

Limapuluh Kota, BN-News - Istimewa, santri-santri Didikan Subuh Pondok Al-Qur'an Darul Ma'arif sarapan pagi atas sumbangan donatur dan Alumni pada pagi Ahad, 29 Oktober 2023 di Pondok Al-Qur'an tersebut di Tigo Alua nagari Batu Bolang, kecamatan Harau, kabupaten Limapuluh Kota.

Sebagaimana biasanya pada setiap subuh hari Minggu, Pondok Al-Qur'an Darul Ma'arif jorong Tigo Alua selalu melaksanakan program Didikan Subuh dimulai dari pelaksanaan shalat Subuh berjamaah, penampilan hafalan-hafalan hadist, ayat, rukun-rukun fiqih, praktek ibadah seperti shalat jenazah, adzan, iqomah, hiburan dengan lagu-lagu nasheed Islami dan ditutup dengan do'a. Tidak lupa pula disetiap acara, selalu ada tambahan pelajaran atau nasehat dari guru. Istimewa pada pagi itu, semua santri dan guru-guru sarapan pagi bersama makan nasi goreng.

Ustazd Alfian, S.PdI

Ustazd Alfian, S.Pd.I pimpinan pondok Al-Qur'an tersebut menyampaikan "bahwa sarapan pagi ini adalah sumbangan dari donatur kita perantau Batu Bolang yang ada di Jakarta, di Jepang, dan sebagainya. Diantara mereka adalah alumni Darul Ma'arif ini dan ada juga dari masyarakat dari berbagai profesi seperti pedagang, pegawai, Tentara, dan sebagainya." katanya.

Sekali sebulan kita ada program Sarapan Pagi Didikan Subuh seperti ini, yang dibiayai oleh donatur tersebut." tuturnya.

Pewarta : F. Malin Parmato


Rabu, 28 Desember 2016

DALAM RANGKA PERINGATAN MAULID NABI DDS SARILAMAK GELAR DIDIKAN SUBUH GABUNGAN

DALAM RANGKA PERINGATAN MAULID NABI DDS SARILAMAK GELAR DIDIKAN SUBUH GABUNGAN

Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, ratusan santri Didikan Subuh (DDS) bergabung dalam acara DDS gabungan se kenagarian Sarilamak pada Minggu, 25 Desember 2016 yang bertempat di masjid Nurul Iman jorong Katinggian nagari Sarilamak kecamatan Harau kabupaten Limapuluh Kota. Acara ini diprakarsai oleh KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) SEPAKAT nagari Sarilamak beserta LDS (Lembaga Didikan Subuh) kecamatan Harau yang disiarkan langsung melalui Radio Total FM, 93.1 Mhz Tanjung Pati sejak pukul 06.00 sampai dengan pukul 08.00 Wib.

Hadir ketika itu Didikan Subuh (DDS) mushalla Babul Jannah Simpang Boncah, Didikan Subuh TPQ Mushalla Nurul Yaqin Padang Ambacang, DDS TPQ Nurul Hidayah, Melayu, DDS TPQ Masjid Nurul Iman, DDS TPQ Mushalla Musafirin (Rumah Makan Kuraya) dan DDS TPQ Almubarakah Bukik.

Acara diisi dengan pembacaan Wahyu Ilahi beserta saritilawah oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Azan Subuh beserta Iqamah oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Bacaan Shalat Subuh oleh santri DDS TPQ Musyafirin, Janji Didikan Subuh oleh santri DDS TPQ Nurul Yaqin, Ikrar Santri oleh santri DDS TPQ Musyafirin, Mars Didikan Subuh oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Rukun Iman dan rukun Islam oleh santri DDS TPQ Nurul Yaqin, Surat-surat pendek - Addhuha oleh santri DDS TPQ Al-Mubarakah, Surah Al-Lahab oleh santri DDS TPQ Musyafirin, Surah al-Bayyinah oleh santri DDS TPQ Babul Jannah, Surah Al-Fil oleh santri TPQ Nurul Yaqin, Pidato singkat oleh santri DDS TPQ Nurul Yaqin, Bacaan shalat Jenazah oleh santri DDS Babul Jannah, Hiburan oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Doa ibu-bapak oleh santri DDS TPQ Nurul Yaqin, Doa Masuk WC dan Keluar WC oleh santri DDS TPQ Babul Jannah, Doa sebelum makan dan doa sesudah makan oleh santri DDS Al-Mubarakah, Doa sebelum tidur oleh santri DDS TPQ Nurul Hidayah, doa bangun tidur oleh santri DDS TPQ Nurul Hidayah, Hiburan oleh santri DDS TPQ Nurul Yaqin, Doa masuk masjid oleh santri DDS Nurul TPQ Nurul Huda, Doa sebelum berudhuk oleh santri DDS TPQ Nurul Hidayah, Doa sesudah berudhuk oleh santriDDS TPQ Babul Jannah, Pembacaan hadis tentang kebersihan oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Hiburan oleh santri DDS TPQ Nurul Hidayah, syarat sah shalat oleh santri DDS TPQ Nurul Iman, Hibaran oleh santri DDS TPQ Nurul Huda, Pemabcaan Hdis tentang menuntuut ilmu oleh santri DDS TPQ Nurul Huda.

Dalam sambutannya ketua LDS kecamatan Harau ustazd Yoserizal menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada peserta Didikan Subuh Gabungan ini, semoga hal ini akan membangkitkan ghirah Didikan Subuh di kabupaten Limapuluh Kota. Semoga TPQ yang tidak ada Didikan Subuhnya bisa mengaktifkan kembali kegiatan DDSnya.

Ketua KIM Medial Putra ketika itu juga menyampaikan bahwa acara Didikan Subuh ini disiarkan langsung oleh Radio Total FM 93.1 Mhz Tanjung Pati. Kerjasama KIM dengan Radio dan LDS ini sudah berjalan kira-kira dua bulan. Semoga kerjasama ini terus berjalan dan lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Pada penghujung acara KIM memberikan tropi penghargaan sebagai kenang-kenangan bagi Didikan Subuh yang hadir. | Fitra Yadi

Rabu, 27 Mei 2015

CERPEN - BUPATI TERHENYAK SAAT DIDIKAN SUBUH

CERPEN - BUPATI TERHENYAK SAAT DIDIKAN SUBUH

Oleh: Damrus Lukman
Muaro Paneh, Sumatera Barat, Indonesia

Aulia Putri  si-Buah Salek
Dini hari menjelang pagi. Udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Tetesan embun bergelayut di ujung daun. Aroma rumput basah sisa hujan semalam menyiratkan harapan. Sekelompok bocah berkeredong sarung berkerumun di halaman samping sebuah rumah. Mereka gelisah menanti seorang teman yang belum juga muncul walau sudah dipanggil berkali-kali.

“Oi, cepatlah dikit, kita dah telat nih....”
Teriakan Arif memecah kesunyian memanggil temannya, lebih tepat anggotanya yang terakhir. Sudah ada lima orang anggota bersamanya ketika mendatangi rumah Anan. Tak lama Anan muncul dari balik pintu samping rumahnya sambil menggosok-gosok mata sisa kantuk yang masih belum hendak pergi menjauh darinya. Tiba-tiba, pecahlah semburat tawa Arif dan teman-temannya melihat Anan berjalan sempoyongan menghampiri mereka. Ada apa gerangan?

“Nan, amankan lah dulu perabot awak tu....”. Arif berkata pelan ketika Anan sudah mendekat. Rupanya tanpa disadari si Anan belum memakai celana ketika terbangun dari tidur dan sarung yang dibawanya juga masih tersandang di bahu. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan anggota geng kecil ini bahwa si Anan kadang masih suka ngompol dan oleh karenanya dia lebih suka tidur tak pakai celana. Dan aib kecil ini menjadi top sikrit bagi kelompok berjuluk “Tuanku Nan Renceh” ini. Anan kemudian memakai sarung sekenanya dan merapikan peci yang tadinya terpasang terbalik.

Bertujuh mereka, Arif dan Anan bersama kelima anggota lainnya, beranjak menuju jalan raya melalui gang yang agak gelap. Satu dua orang ibu-ibu bertelakung liwat hendak menuju mesjid. Dari menara mesjid sayup terdengar bacaan kitab cuci Al Quran. Dan itu pasti rekaman kaset atau CD yang diputar oleh angku Garin. Garin adalah sebutan bagi penjaga mesjid. Kadang beliau juga merangkap sebagai imam. Pasti anak yang bertugas mengaji Quran pagi ini belum datang atau sedang mengambil wudhu’.

Sampai di depan toko yang lampu depannya menyala cukup terang, Arif memberhentikan teman-taman anggota kelompoknya.
“Ayo kawan-kawan, kita rapikan pakaian dan periksa perlengkapan disini”.
Tanpa diminta, ketujuh “berandalan” kecil itu berbaris rapi sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan. Urutan itu berlaku pada semua urusan yang mengharuskan mereka berbaris, termasuk dalam shaf  bila shalat berjama’ah di mesjid atau ditempat-tempat lain. Juga berlaku kalau mereka harus antri mendapatkan bubur kacang hijau dan segelas susu seusai acara DIDIKAN SUBUH pada minggu pertama setiap bulan. Didikan Subuh adalah.... Ikhwal pemberian bubur kacang hijau dan segelas susu itu berawal dari sumbangan salah seorang jama’ah Mesjid Raya yang memberikan dana untuk kebutuhan setahun sekaligus.

Masing-masing mereka memakai ulang sarung, merapikan letak kopiah dan memeriksa kancing baju. Arif sebagai pemimpin regu memeriksa sekali lagi kerapian pakaian anggotanya. Ketika memeriksa pakaian si Anan, komanda regu itu tampak ragu. Khawatir kalau sarungnya nanti melorot dan itu pasti akan membuat heboh seluruh isi mesjid nanti. Maklum Anan tidak memakai celana.

“Kau yakin sarungmu ini ndak akan melorot nanti, Nan....?”
“Usul ndan, bagaimana kalau diikat pakai tali rafia saja”. Salah seorang anggota regu nyeletuk spontan.
“Gimana, Nan....?” kata Arif lagi.
“Mohon izin ndan. Saya akan berlari pulang memakai celana.”
Rupanya Anan tahu diri dan tak sanggup ia membayangkan bagaimana kalau sarungnya nanti bikin ulah. Pastilah akan terjadi kehebohan besar. Dan dia tidak akan sanggup menanggung malu seumur hidup bila itu terjadi.
“Baiklah, sekalian kau berwudhu’ di rumah. Nanti kami nanti kau di halaman mesjid.”
“Siap, ndan.”

Anan langsung cabut dari barisan, sekelebat menghilang di tikungan gang gelap menuju rumahnya. Sebenarnya sebutan “ndan” atau “komandan” itu bukanlah sebutan resmi dalam “adat” DIDIKAN SUBUH. Panggilan resmi kepada pemimpin regu adalah “kak” atau “kakak”. Tapi entah kenapa dengan regu yang satu ini. Arif sebagai pemimpin regu berkali-kali mengingatkan, dan bahkan mengancam akan mundur dari jabatan pemimpin regu kalau anggotanya tidak mau memanggilnya dengan “kak”. Belakangan disepakati panggilan “kak” hanya dipakai dalam kegiatan resmi yang melibatkan regu atau kelompok lain. Dalam kegiatan tidak resmi atau kegiatan yang tidak melibatkan kelompok lain, mereka menyebut pimpinannya sesuka hati masing-masing. Kadang mereka menyebut, “Siap, bos...”, “Siap, gan...”. Tentu maksudnya “juragan”.

Kini giliran memeriksa perlengkapan sesuai dengan skenario acara yang akan mereka lakonkan pagi ini. Arif menjangkau tas sandang yang tadi ditumpuk di sudut dekat pintu toko, memeriksa sekali skenaro lakon yang akan dipentaskan nanti mesjid. Tas sandang itu terbuat dari kain blacu atau kain bekas karung terigu. Bagi seluruh peserta DIDIKAN SUBUH, tas sandang itu merupakan piranti wajib dan harus dibawa kemanapun pergi. Isinya yang tidak boleh tidak adalah, Kitab Suci Al Quran, sarung, sajadah, kopiah dan tasbih bagi laki-laki. Bagi perempuan tentu telakuang atau mukenah. Sering kakak pembina DIDIKAN SUBUH mengatakan, “Kemanapun kalian pergi jangan lupa membawa tas ini. Anggap tas ini sebagai kantong ajaibnya doraemon.”

Setelah semua dianggap beres, Arif berujar kepada anggota regunya, “Teman-taman, hari ini regu Tuanku Nan Renceh akan menjalankan tugas mulia, mengisi acara DIDIKAN SUBUH sesuai dengan skenario yang telah ditetapkan. Kita sudah melatihnya berkali-kali. Dan kita yakin bisa melakukannya dengan baik.

“Kalian siap...?” katanya dengan tegas.
“Siap, Sarsan.....” jawab mereka serempak.
“Oh ya, mungkin di tempat berwudhu’ nanti terlalu ramai. Kita berwudhu’ di rumah etekku di bekalang mesjid. Ada pertanyaan...?”
“Siap, kopral....!!!” Wah, turun lagi pangkat komandan yang satu ini. Tadi bilangnya, Siap, Sarsan...!!! Suka-suka mereka lah. Akhirnya mereka bubar dan bergegas menuju mesjid.

---oo0oo---

Arif dan kawan-kawan masuk kedalam mesjid dengan berbaris rapi sesuai dengan urutan masing-masing. Pas di pintu mereka terdiam sejenak. Sang Kopral memimpin prajuritnya berdoa, “Allahummaftahli abwaba rahmatika ya arhamarrahimin...” Mereka masuk dengan tenang, berbaris mengambil shaf, meletakkan “kantong ajaib doraemon” di bagian depan dan masing-masing menunaikan shalat sunat tahyatul mesjid. Di dalam mesjid sudah ada beberapa kelompok anak yang sudah lebih dulu masuk. Mereka berbaris rapi dalam shaf menghadap kiblat. Ada yang sedang shalat sunat, ada yang sedang memilin-milin tasbih sambil berzikir. Ada pula yang sedang membaca al Quran tanpa suara. Hening.... Padahal disana sudah ada seratusan anak yang duduk berbaris rapi sesuai kelompoknya masing-masing. Keriuhan kecil hanya terdengar dari tempat berwudhu’ dan halaman mesjid. Beberapa regu sedang mengapelkan anggotanya sebelum masuk. Keriuhan itu tidak sampai mengusik keheningan di dalam ruang mesjid.

Tak lama kemudian waktu subuh masuk. Seorang anak berdiri menghampiri microphone. Azan pun berkumandang. Merdu, syahdu, mendayu-dayu. Menggema dari puncak menara mesjid. Rupanya yang bertugas menjadi mu’azzin kali ini si Alif, seorang anak usia sebelas tahun. Dia telah hafal enam juz al Quran, telah mengusai empat ragam qiraat. Soal azan, si Alif dapat menirukan dengan persis irama azan dari berbagai mesjid ternama, seperti Mesjid al Haram di Mekah, mesjid Nabawi di Madinah, mesjid al Azhar di Mesir dan lainnya. Setiap lafaz azan disambut dengan gemuruh lembut oleh seluruh jama’ah. Seusai azan, serentak anak-anak dan jamaah lainnya berdiri hendak menunaikan shalat sunat  subuh dua rakaat. Anak-anak yang tadinya duduk berbaris sesuai kelompoknya masing-masing, menggeser sedikit-sedikit sehingga membentuk shaf panjang mengikut lurusnya hamparan sajadah. Tanpa suara sama sekali, senyap....  Padahal di dalam ruangan utama mesjid itu tidak kurang dari tiga ratus orang, dua ratus di antaranya adalah anak-anak, bersiap menunaikan shalat.

“Allahu Akbar.” Imam memulai shalat subuh berjamaah dengan takbiratul ihram. Suara baritonnya lembut, empuk. Irama bacaannya sederhana. Mirip suara dan irama Sheikh Mahmood Al Husairi. Rakaat pertama imam membaca surat Al A’la dan rakaat kedua surat Al Insyirah. Usai shalat, sang Imam memimpin zikir dan doa sebagaimana biasanya.

Tanpa ada yang mengomandoi, begitu usai berdoa, ratusan anak-anak itu seolah membubarkan diri dari barisan masing-masing, namun dalam hitungan detik mereka telah duduk kembali dalam barisan berbentuk angkare. Delapan kelompok dalam dua baris  menghadap arah kiblat, enam kelompok dalam dua baris di sebelah kanan  dan yang lainnya di sebelah kiri dengan jumlah yang sama.

Demikian pula anak-anak perempuan membentuk barisan serupa dibagian belakang, di tempat jamaah kaum ibu. Tabir pembatas pun dikuakkan. Pembimbing utama dan kakak-kakak pembimbing lainnya mengambil tempat di tengah-tengah barisan angkare agak kebelakang. Angku Garin, memindahkan standar microphone dari mihrab ke tengah. Acarapun siap dimulai.

Tiba-tiba Pembimbing Utama berdiri menghampiri seorang jamaah di belakang bagian kiri barisan anak-anak. Setelah bersalaman, terlihat kedua orang itu berbicara pelan. Sepertinya sang guru mengajak tamu itu untuk duduk di depan. Tapi dia menolak dengan halus dan mempersilahan untuk memulai acara. Pembawa acara yang sudah berdiri di depan microphone tertahan untuk memulai acara karena “gurunya” belum duduk di tempat sebagaimana biasanya. Begitulah “adat” yang berlaku lazim di DIDIKAN SUBUH ini. Sang guru kembali ke tempat semula dan memberi isyarat kepada Pembawa Acara agar mendekat, kemudian membisikkan sesuatu dan mempersilakan untuk memulai acara.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh....” Pembawa acara mengucapkan salam dengan mantap dan bersemangat, dan dijawab serentak oleh seluruh hadirin dengan bersemangat pula. Setelah bertahmid memuji Allah, bershalawah ke haribaan Rasulullah dan menyampaikan rasa syukur atas segala rahmat anugrah Allah, pembawa acara menyampaikan salam hormat kepada ibu/bapak, para guru, para pembimbing dan hadirin sekalian.

“Para hadirin yang dimuliakan Allah, pagi ini adalah pagi yang spesial dan istimewa bagi kita. Atas izin Allah, telah hadir di tengah-tengah kita, Bapak Bupati beserta Ibu dan beberapa orang anggota rombongan beliau. Dengan penuh kebanggaan dan kehormatan kami undang Bapak Bupati untuk mengambil tempat di tengah-tengah kami.”

Bapak Bupati tampak ragu, menengok kekiri dan kekanan. Akhirnya dia berdiri perlahan dari tempat duduknya, mengisyaratkan salam ta’zim dengan merapatkan kedua belah telapak tangan di depan dadanya, berjalan perlahan ke tengah barisan anak-anak. Pembimbing Utama berdiri menyambut dan mempersilakan beliau duduk di sebelahnya.

Pembawa acara pun memulai acara secara resmi dengan ucapan basmalah. Acara mengalir dengan lancar. Diawali dengan pembacaan al Quran oleh seorang anak berumur empat tahun. Masih cadel namun dapat melafalkan ayat al Quran dengan fasih. Acara berlanjut sebagaimana yang diprogram sebelumnya. Ada pembacaan shalawat, bacaan asma’ul husna, pidato atau ceramah agama dengan bahasa Arab dan Inggris. Azan dengan berbagai irama dan lain sebagainya. Yang istimewa dan menarik dari penampilan anak-anak itu adalah setiap akan tampil, mereka selalu mengisyaratkan salam hormat dan ta’zim kepada kakak pembimbing dan orang tua yang hadir dengan merapatkan kedua telapak tangan di depan dada dan sedikit merendahkan badan. Begitu adab yang dilatihkan kepada mereka secara terus menerus, sampai akhirnya mereka terbiasa.

“Bapak Bupati dan HadiriN yang dimuliakan Allah.... Kini sampailah kita ke acara puncak kegiatan kita hari ini, yaitu simulasi shalat masbuq. Kepada regu Tuanku Nan Renceh yang akan memperagakan simulasi ini, kami persilakan .....”

Arif, Anan dan kawan-kawan berdiri serempak dari tempat duduk semula, kemudian memberi isyarat salam hormat dan berpindah tempat ke tengah-tengah barisan. Arif memindahkan standar microphone agak ke pinggir dan siap memulai acara. Setelah mengucap salam, tahmid, dan shalawat serta salam hormat kepada hadirin, Arif mulai membacakan narasi.

“Kira-kira pukul dua siang, seorang laki-laki datang ke sebuah mushalla hendak menunaikan shalat.”
Ali, salah seorang anggota regu Tuanku Nan Renceh maju mengambil tempat, diam sejenak dan mengangkat tangan, takbiratul ihram.
“Tak lama kemudian datang seorang lagi, juga hendah shalat.” Arif melanjutkan narasinya.
Seorang anak tampil, berdiri di samping kanan agak ke belakang dari Ali. Dia menyentuh pundak Ali dengan lembut sebagai isyarat bahwa dia ingin mengikut Ali sebagai imam. Setelah tidak ada reaksi dari Ali, anak yang datang belakangan pun bertakbir.

“Perhatikan, ketika orang kedua datang, dia menyentuh bahu orang pertama sebagai isyarat bahwa dia ingin menjadi makmum dari orang pertama. Orang pertama tidak memberi isyarat apapun, itu berarti dia bersedia diikuti sebagai imam. Apabila orang pertama tadi memberi isyarat dengan menjatuhkan tangan kanannya, berarti dia tidak boleh diikuti.”

Agak panjang Arif memberi komentar kali ini namun tetap lancar karena telah diulang-ulang menghafalnya lebih dari seratus kali.  Shalat berjama’ah dengan satu imam dan satu makmum tetap berlanjut. Ketika imam hendak ruku’ datang seorang lagi bergegas berdiri persis di belakang imam dan bertakbir, kemudian langsung ruku’. Ketika itu imam sudah bangkit i’tidal dan Ali menggeser selangkah ke belakang hingga sejajar dengan makmum yang baru datang. Arif melanjutkan narasinya.

“Hadirin sekalian, perhatikan..... Ketika orang ketiga datang, dia takbiratul ihram dan langsung rukuk’ mengikut imam. Namun pada saat bersamaan imam telah bangkit i’tidal sehingga si makmum masbuq ini tidak sempat ruku’ bersama-sama dengan imam. Itu berarti dia telah terlambat satu rakaat. Nanti di akhir shalat dia harus menambah satu rakaat lagi.”

Shalat terus berlanjut. Pada rakaat kedua datang seorang anak lagi, dia mengambil tempat di sebelah kiri. Kini makmum menjadi tiga orang. Ketika imam memberi salam ke kanan dan ke kiri sebagai tanda shalat sudah berakhir, dua orang anak yang datang belakangan tadi bangkit berdiri menambah satu rakaat lagi. Anak yang berdiri sebelah kiri mundur setengah langkah. Arif, sebagai sutradara lakon ini meneruskan narasinya.

“Hadirin sekalian, walau shalat berjamaah telah selesai, makmum masbuq itu masih tetap bisa meneruskan jamaahnya sampai selesai seluruhnya.”

Setelah shalat berjama’ah itu selesai, Arif mengakhir perannya dengan berujar, “Demikianlah, simulasi shalat berjamaah dengan beberapa variasi masbuq atau makmum ketinggalan beberapa rakaat dari imam. Sekian dari kami, regu Tuanku Nan Renceh. Terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangannya. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Bergemuruh gema jawaban salam dari seluruh hadirin, diiringi tahmid dan tasbih. Mereka terpukau dengan penampilan regu Tuanku Nan Renceh. Satu dua orang anak seperti hendak bertepuk tangan, tapi urung dilakukan setelah sadar bahwa salah satu pasal adab dalam mesjid tidak boleh bertepuk tangan. Arif dan kawan-kawan undur diri kembali ke tempat duduk semula. Bapak Bupati beserta hadirin yang lain mengikuti pergerakan sopan anak-anak ini dengan pandangan kagum penuh rasa syukur.

Pembawa acara kembali berdiri mengangkat standar microphone ke tengah, menyesuaikan ketinggiannya, mendehem sedikit dan melanjutkan acara.

“Saya kehabisan kata-kata untuk mengomentari penampilan regu TNR ini. Regu ini memang aneh, suka kontroversial, dan sedikit agak nakal, bak pepatah orang tua kita; co si ganjua lalai, pado pai suruik nan labiah. Tapi kalau sudah in action, tabujua lalu, tabalintang patah. Alhamdulillah.....”

Berdengung kembali suara tahmid dan tasbih dari seluruh yang hadir.
“Sekarang kita ikuti petuah dan nasehat dari kakak Pembimbing Utama kita. Kakak Faisal Said, dipersilakan.”

Kak Faisal berdiri, mengisyaratkan salam hormat kepada Bapak Bupati dan melangkah anggun menuju microphone. Tiba-tiba seorang anak perempuan berdiri pas sejajar dengan tabir pembatas ruangan, mengisyaratkan salam hormat dan berkata, “Mohon izin kak, regu Siti Maryam dan regu Fatimah Az-Zahrah mohon undur diri untuk melaksanakan tugas lain.”
“Silakan....” jawab Kak Faisal.

Anak perempuan tadi kembali unjuk salam ta’zim. Dua regu anak-anak perempuan berdiri dengan tenang, beranjak perlahan menuju serambi mesjid. Kemudian kedengaran gemericing gelas dan sendok. Rupanya mereka bertugas mempersiapkan santapan bubur kacang hijau.
Kak Faisal melanjutkan pidatonya. Setelah mengucap salam, bertahmid, bershalawat dan menyampaikan penghormatan kepada hadirin beliau berujar, “Pagi ini kita memperoleh kehormatan dengan kehadiran Bapak Bupati di tengah-tengah kita. Saya tidak akan memberikan wejangan panjang lebar. Nanti kita mintakan nasehat dan tausiah dari beliau. Saya hanya ingin melaporkan perkembangan kegiatan Didikan Subuh di Mesjid Raya ini.”

Berhenti sejenak untuk menarik perhatian seluruh peserta didik dan jama’ah yang hadir.
“Bapak Bupati, Yth......” Dia melanjutkan.
“Kegiatan Didikan Subuh ini sudah berlangsung sejak lama, namun timbul tenggelam bagai pasang surut mengikuti dinamika kehidupan masyarakat dalam nagari. Sejak dua tahun yang lalu, berawal dari kekhawatiran terhadap perkembangan watak dan akhlak anak-anak dan remaja kita, sebagai akibat kemajuan teknologi dan informasi yang disikapi oleh kebanyakan masyarakat secara salah kaprah, kegiatan Didikan Subuh di setiap minggu pagi digiatkan kembali. Dengan mengadopsi beberapa prinsip dasar dan metoda kepramukaan, kegiatan ini dirancang, diorganisir dan dikendalikan sedemikian rupa sehingga lebih menarik. Sebagaimana yang Bapak lihat, tidak kurang dari dua ratus anak berkumpul dalam mesjid ini dengan tertib, tidak berisik dan mengikuti rangkaian kegiatan dengan antusias. Kegiatan ini tidak melulu dilaksanakan dalam mesjid. Kadang di halaman, di lapangan, di pinggir kali, bahkan di sepanjang jalan. Tujuannya adalah pembentukan karakter dan pemuliaan akhlak dengan membiasakan berbuat baik setiap hari. Kegiatan ini juga diintegrasikan dengan kegiatan tahfiz al Quran di mesjid ini.”

“Bapak Bupati dan hadirin yang saya hormati. Sejak setahun yang lalu, sejalan dengan program pemerintah daerah tentang perbaikan gizi masyarakat, kami menambahkan kegiatan Didikan Subuh ini dengan pemberian makanan tambahan kepada anak-anak peserta didik berupa bubur kacang hijau dan segelas susu sebulan sekali. Mulanya program pemberian makanan tambahan ini berjalan tersendat. Kami para pembimbing, bersama Pengurus Mesjid harus bergerilya setiap minggu untuk mencari ibu-ibu yang bersedia menyumbangkan sekian ratus mangkok bubur kacang hijau siap saji berikut sekian ratus gelas susu. Alhamdulillah, atas izin Allah, sejak setahun yang lalu ada seorang jama’ah yang tidak mau disebut namanya menyumbangkan dana untuk kebutuhan setahun. Dan hari ini adalah hari terakhir kita dapat menikmati makanan tambahan sumbanagan hamba Allah itu. Untuk bulan depan kami harus berjibaku kembali mencari donatur.”

Beliau diam lagi sejenak, seolah mengajak hadirin untuk berfikir bagaimana cara melanjutkan kegiatan pemberian makanan tambahan ini.
“Sekaligus pada kesempatan ini kami memohon kepada jamaah Mesjid Raya, tentunya juga kepada Bapak Bupati untuk membantu kegiatan kami ini. Setelah ini nanti saya mohon kiranya Bapak Bupati berkenan memberi wejangan dan nasehat kepada kami semua, khususnya kepada anak-anak peserta Didikan Subuh ini. Demikian sambutan saya, terima kasih dan mohon maaf. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”
Serempak anak-anak beserta jama’ah lainnya menjawab salam. Belum sempat Ustaz Faisal duduk, seorang jama’ah setengah baya angkat tangan.
“Baraa biaya bubua kacang ijau tu sabulan, Buya?
Belum dipersilakan bicara orang itu langsung nyerocos. Sebutan buya memang lazim bagi para ustaz atau mubalig di kampung ini. Sang buya kembali ke arah standar microphone dan menyebutkan jumlah rupiah yang dibutuhkan.
“Kok nyak itu den ambiek tigo bulan.”  Katanya.
“Den duo bulan.” Kata yang lain.

“Ambo ambiek untuak sabulan.” Ibu-ibu yang langganan bersandar di tiang tengah mesjid tak mau ketinggalan. Beberapa orang lain bersahutan. Ada yang dua bulan, dua bulan dan sebagainya. Kak Faisal memberi isyarat kepada Pembimbing lain untuk mendekati jamaah yang berniat menyumbang tadi. Kakak Pembimbing perempuan juga ada yang berdiri. Setelah kedua Pembimbing tadi menyerahkan catatannya, Kak Faisal kembali ke microphone.

“Alhamdulillah, Subhanallah......Segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah. Terima kasih saya haturkan kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan. Jumlahnya cukup untuk tiga belas bulan. Nanti kami akan datang kepada Bapak dan Ibu untuk menindak lanjutinya. Sekali lagi terima kasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Kak Faisal menyudahi sambutannya dan memberi isyarat kepada pembawa acara untuk melanjutkan.

Pembawa acara berdiri dan melanjutkan:
“Hadirin sekalian, sebagaimana disampaikan oleh Kak Pembimbing Utama tadi, sekarang mari kita ikuti bersama amanat Bapak Bupati. Kepada beliau saya persilakan.”
Bapak Bupati menengok ke arah Kak Faisal. Kak Faisal mempersilakan dengan isyarat. Beliau berdiri sambil memberi isyarat salam hormat kepada seluruh hadirin. Setelah berdiri di belakang standar microphone beliau mengedarkan pandangan berkeliling dan memulai sambutannya dengan mengucap salam, tahmid, shalawat dan menyampaikan salam penghormatan kepada hadirin.
“Kini giliran saya yang kehabisan kata-kata untuk mengungkap perasaan melihat ketulus-ikhlasan Bapak dan Ibu jama’ah Mesjid Raya ini dalam memberi sumbangan. Saya sudah tidak kebagian.”
Sejenak Bupati menengok ke arah Kak Faisal.

“Gimana ni Buya, apa lagi yang bisa saya bantu,” katanya.
Kak Faisal hanya tersenyum, tidak menyahut.
“Baiklah....,” beliau melanjutkan.
“Tadi kan sudah ada untuk tiga belas bulan. Saya genapi untuk kebutuhan setahun tapi pemberian makanan tambahan bukan sekali sebulan, tapi dua kali sebulan. Berarti setiap dua minggu sekali. Nanti biar dikoordinasikan dengan Ibu, masukkan ke dalam kegiatan PKK.”
“Hadirin sekalian, saya tidak akan berpidato panjang-panjang. Saya ingin berdialog dengan anak-anak disini. Mana tadi pemimpin regu Tuanku Nan Renceh, coba berdiri.”

“Siap, Pak Bupati,” katanya tegas setelah berdiri.
“Siapa itu Tuanku Nan Renceh....? tanya pak Bupati.
“Siap, pak.... Nama kecil beliau Abdullah, lahir di Nagari Kamang tahun 1780. Wafat sebagai syahid dalam perang Padri antara tahun 1803 – 1838. Beliau adalah panglima perang kepercayaan Tuanku Imam Bonjol.” Tegas dan lancar Arif mencawab pertanyaan Bupati.

“Terus, kenapa kalian menamakan diri regu Tuanku Nan Renceh? Tanya Bupati lagi.
“Siap, pak.... Beliau adalah ulama terkemuka dan panglima perang yang gagah berani, walau sedikit nyentrik dan berani tampil beda untuk kebaikan. Kami ingin menjadikan beliau sebagai idola dan teladan, selain Rasulullah Muhammad shallallhu ‘alaihi wasallam.” Bapak Bupati kekesima dengan jawaban Arif.

“Subhanallah....., bukan main. Sungguh saya bangga melihat anak-anak setegas dan secerdas ini. Baik, terima kasih dan silakan duduk kembali.”
“Siap, pak.....! katanya tegas sambil unjuk salam hormat dengan kedua telapak tangannya, kemudian duduk kembali dengan sopan.

“Sekarang saya minta seorang anak perempuan, yang itu, yang pakai kerudung kembang warna biru.”
Pak Bupati menunjuk seorang anak perempuan. Anak yang ditunjuk menengok kiri kanan, tidak yakin dia yang ditunjuk Bupati. Setelah yakin bahwa dia yang dimaksud, anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun itupun berdiri dengan sikap sempurna dan memberi hormat.

“Siap, pak.... ! ucapnya lantang dari barisan perempuan.
“Sebutkan nama, siapa idolamu dan apa saja yang kamu peroleh dalam Didikan Subuh ini.”
“Siap, pak.... Nama saya Aulia Putri binti Abdurrahman. Idola saya adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar, istri tersayang baginda Muhammad Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam. Yang saya dapatkan dalam Didikan Subuh ini diantaranya, saya semakin sayang, hormat dan patuh kepada orang tua, semakin sopan, hormat dan patuh kepada guru. Sekarang saya telah hafal tiga juz al Quran dan nilai saya di sekolah selalu meningkat.” Lancar dan tegas dia menjawab. Bupati menatap nanar ke arah anak itu, sesekali dia menggeleng dan mengangguk tanda ta’jub.

“Sekarang, apakah Ayah dan Ibumu ada di tengah-tengah kita?” tanya Bupati lagi.
“Siap, pak.... Ayah saya ada, tapi Ibu sudah tiga hari ini sakit. Sekarang terbaring lemah tak berdaya di rumah.” Nada suaranya agak merendah ketika mengatakan bahwa ibunya sakit.
“Terus, sudah dibawa ke Puskes? Tanya pak Bupati lagi.
“Belum, pak....” jawabnya lirih, namun cukup terdengar oleh semua yang hadir di mesjid itu.
“Kata ayah, kita ndak punya uang untuk membawa ibu berobat.” Suara anak semakin lirih, mengaduk-aduk perasaan setiap orang yang mendengarnya.

“Ya sudah. Terima kasih. Kamu boleh duduk kembali.”
“Siap, pak.... Terimakasih kembali.” Aulia kembali duduk setelah mengisyaratkan salam hormat.
“Mana orang tua Aulia, coba kesini!”
Pak Bupati mengedarkan pandangan sekeliling mencari-cari keberadaan ayah Aulia. Seorang bapak paro baya berdiri perlahan, memperbaiki sarungnya dan berjalan ragu ke depan. Mengenakan kemeja panjang lusuh hingga tak jelas lagi warnanya. Ujung lengan baju tidak dikancingkan. Kopiahnya juga sudah lusuh. Entah hitam, entah abu-abu, entah coklat. Angku Garin spontan mengambilkan microphone satu lagi dan menyerahkan kepada bapak itu. Dia berdiri agak jauh dari pak Bupati. Pak Bupati mencabut mic dari standarnya, mendekati si bapak dan merengkuh bahunya. Si bapak agak gemetar dan merendahkan badan seperti orang ketakutan.

“Sini..... “ Pak Bupati membawa si bapak agak ke tengah.
“Siapa nama Bapak...?”
“Si Raman, pak. Raman Bewok” jawabnya perlahan.
Rupanya bapak Abdurrahman ini biasa dipanggil si Raman Bewok. Suatu kebiasaan di kampung, menambahkan nama panggilan dengan sapaan yang unik. Mungkin untuk membedakan satu dengan lainnya, karena ada beberapa orang yang bernama Raman. Ada Raman Kompoang karena salah satu jari memang terpotong kena kampak. Ada Raman Itiek, karena pekerjaannya gabalo itik.

“Benar si Aulia itu anak Bapak? Berapa orang semua?” tanya Bupati setelah berdiri agak ke tengah.  Nampaknya si bapak sudah mulai tenang, tidak seperti orang ketakutan lagi.
“Benar, pak.... Si Aulia itu anak bungsu, satu-satunya perempuan. Semua ada empat. Tiga sudah berkeluarga dan pergi merantau.” Jawabnya lengkap.

“Kalau begitu si Aulia ini buah salek ya....?” tanya Bupati lagi, agak bagarah. Buah salek adalah sebutan bagi anak bungsu yang usianya jauh  berjarak dengan kakaknya. Si Bapak hanya tersenyum merunduk.

“Apa pekerjaan Bapak dan Ibu sehari-hari?” maksudnya pekerjaan si Bapak dan isterinya.
“Narimo upah pangkue, pak. Rang rumah narimo upah batanam jo basiang. Kadang pai mangirai.”
Rupanya si Raman Bewok dan keluarganya ini adalah buruh tani. Menerima upah mencangkul di sawah atau di ladang. Istrinya menerima upah bertanam dan bersiang padi. Mangirai adalah memunguti bulir-bulir padi yang tersisa di tangkai jerami setelah ditongkang.

“Masya Allah....” pak Bupati mendesah.
“Terus, sekarang apa harapan Bapak terhadap Aulia?”
“Entahlah, pak....” giliran si bapak yang medesah.
“Apakah orang seperti kami ini masih bisa berharap?”
Agak puistis kali ini ungkapan si bapak. Bupati menatap nanar rakyatnya yang masih hidup jauh di bawah garis kemiskinan ini. Tak sanggup ia berkata-kata lagi. Si Bapak meneruskan,

“Sebenarnya saya ingin si Aulia bersekolah tinggi dan pandai mengaji. Kakak-kakaknya tidak ada yang bersekolah. Tapi apakah mungkin. Kami sudah semakin tua. Tenaga sudah tidak sekuat dulu lagi. Bukik lah taraso tinggi, lurah lah taraso dalam.”
“Baiklah..... terima kasih, pak. Silakan duduk kembali”

Bupati mengulurkan tangan menyalami rakyatnya. Si bapak menjabat tangan bupati dengan  sikap agak merunduk tanda hormat. Kedengan suara “klik” dan lampu kilat kamera menyala menyilaukan mata. Rupanya ada salah seorang ajudan Bupati yang siap sedia mengabadikan momen-momen penting kegiatan junjungannya. Si Bapak berbalik menyerahkan mic ke Angku Garin yang duduk tak jauh darinya dan kembali ketempat duduk semula.

“Hadirin sekalian.....” Bupati meneruskan pidatonya.
“Sungguh saya tidak mengira, bahwa di dalam mesjid ini saya ditegur oleh Allah. Telah empat tahun saya menjabat Kepala Daerah, ternyata masih ada rakyat saya yang hidup jauh di bawah garis kemiskinan. Ampuni saya ya Allah....”
Beliau menadahkan tangan memohon kepada Allah.
“Tolong, ajudan..... nanti koordinasikan dengan Kabag Kesra dan Kepala Dinas Pendidikan. Kita berikan bea siswa penuh kepada Aulia, minimal sampai tamat SLTA. Dan apabila Aulia nanti tamat SLTA dan hafal Quran 30 juz, saya pribadi akan mengirimnya kuliah ke Mesir. Doakan kita dipanjangkan umur dalam kebaikan. Gimana, Aulia mau?”

Aulia tidak menjawab. Dia tersungkur sujud, berurai air mata. Bahunya terguncang menahan isak. Hadirin terpaku diam, hening.

“Satu hal lagi, ajudan.....  Tolong hubungi dokter Puskes. Setelah acara ini kita berkunjung ke rumah Aulia.”

Pak bupati melanjutnya pidatonya, menyampaikan beberapa hal. Tak lama kemudian beliau mengakhiri sambutannya. Pembawa acara melanjutkan acara dengan doa penutup yang dipimpin oleh Imam Mesjid Raya.

Acara selesai, hadirin mulai beranjak satu persatu. Beberapa orang mendekat ke depan bersalaman dengan pak Bupati. Anak-anak tetap duduk manis menunggu aba-aba dari pemimpinnya. Salah seorang Kak Pembimbing meraih microphone, menyampaikan pengumuman agar ibu-ibu mengambil makanan di serambi samping kiri mesjid dan bapak-bapak di sebelah kanan. Kemudian kepada pemimpin regu dipersilakan mengambil jatah regunya di tempat yang sudah ditentukan. Bapak Bupati beserta rombongan diiringi oleh Pembimbing Utama, Imam Mesjid dan beberapa pemuka masyarakat dipersilakan menuju ruangan di samping mihrab. Disana telah terhidang bubur kacang hijau dalam mangkok berikut sebotol air mineral.
Profil Didikan Subuh Mushalla Al-Mujahidin V Kampuang Canduang

Profil Didikan Subuh Mushalla Al-Mujahidin V Kampuang Canduang

Profil MDTA Al-Mujahidin
Didikan Subuh Mushalla al-Mujahidin adalah salah satu program pendidikan MDTA (Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah) Al-Mujahidin V kampuang jorong Bingkudu, nagari Canduang Koto Laweh, kecamatan Canduang, kabupaten Agam. MDTA al-Mujahidin terletak di lantai 2 mushalla al-Mujahidin V Kampuang tersebut.

Pendidikan disini berawal tahun 1975. Dimana ketika itu Bapak Muzawar. AR sangat prihatin dengan kondisi anak-anak di V Kampuang. Ketika itu ia masih duduk di kelas enam Pondok Pesantren Madrasah Miftahul ‘Ulumi Syar’iah (MMUS) V Suku Canduang. Kemudian ia mengajari anak-anak disekitarnya membaca al-Qur’an yang bertempat di rumah orang tuanya. Anak-anak berdatangan ke rumahnya, mulai belajar siap shalat magrib sampai pukul 9 malam.

Setamat kelas tujuh tahun 1976 Muzawar. AR terus mengajar al-Quran di sana. Setelah menikah tahun 1977 ia terus membina murid-murid di rumah istrinya. Setiap tahun jumlah murid Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPA) tersebut bertambah banyak. Atas permintaan Inyiak Ujuah pada tahun 1978 pengajaran al-Quran dipindahkan ke Surau Umpuak V Kampuang atau Mushalla al-Mujahidin yang masih berbentuk bangunan kayu. Ketika itu jadwal belajar masih malam hari.

Pengurus surau menfasilitasi TPA ini dengan pengeras suara, tikar, papan tulis dan meja panjang sebagai tempat al-Qur’an. Kemudian mata pelajaran ditambah lagi dengan pelajaran menulis huruf Arab. Seiring dengan bertambahnya jumlah murid, jumlah gurupun mulai bertambah. Pengurus surau terus berusaha mencukupi fasilitas TPA.

Pada tahun 1980 surau kayu itu diganti dengan bangunan permanen ketika itu baru dibuat pondasi, dan terus berangsur-angsur pembangunannya. Progam belajar ditambah lagi dengan Didikan Subuh setiap subuh hari Minggu. Di bawah kepemimpinan Bapak Muzawar. A.R TPA ini berkembang terus sehingga berubah sistem menjadi Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dengan jadwal belajar sore hari, mulai dari pukul 14.30 Wib. sampai pukul 17.30 Wib. Murid dibagi per kelas dari kelas 1 sampai 4.

Pada tahun 1984 dilanjutkan pembangunan lantai 2. Murid-murid MDA masih belajar di lantai bawah. Pengeras suara Didikan Subuh kedengaran sampai ke jorong lain, sehingga dari jorong sebelah murid mulai berdatangan menuntut ilmu ke sini. Tahun 1985 belajar dipindahkan ke lantai dua karena lokal-lokal belajar sudah siap dibangun yang dilengkapi meja, kursi, papan tulis. Pembatas lokal  ketika itu baru berupa kain (tenda).

Tahun 1990 murid-murid dari Batu Taba, Kubang Pipik, Koto Tinggi kecamatan Baso mulai datang belajar ke sini. Hal itu berawal karena seorang warga Baso melihat murid-murid Didikan Subuh mushalla Al-Mujahidin ini tampil mendemonstrasikan keterampilannya menyelenggarakan jenazah ketika acara perayaan khata al-Qur’an, kemudian mereka menceritakan hal itu dikampungnya, dan akhirnya tertariklah mereka datang menyerahkan anaknya belajar di MDA al-Mujahidin ini.

Orang tua murid ingin anak-anaknya mengikuti Didikan Subuh karena dengan mengikuti Didikan Subuh nampak indikasi kemampuan keterampilan beribadahnya. Didikan Subuh mushalla al-Mujahidin sering mengikuti perlombaan-perlombaan antar Dididikan Subuh baik tingkat nagari Canduang Koto Laweh maupun tingkat kecamatan.

Di kecamatan Canduang, terkhusus nagari Canduang Koto Laweh, MDA al-Mujahidin ini sangat dikenali masyarakat karena prestasi yang diukirnya setiap kali mengikuti perlombaan-perlombaan dan karena peran serta murid-muridnya dalam penyelenggaraan jenazah, takziah dan protokol pembawa acara majelis taklim.

Menyesuaikan dengan kurikulum baru, maka pada tahun 2013 MDA ini berganti sistem menjadi Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Sampai sekarang ( tahun 2014) MDTA al-Mujahidin telah menggelar 39 kali Haflah Khatam al-Quran, itu artinya telah menamatkan 39 angkatan dengan jumlah lulusan berkisar sekitar 700 orang.

Pada November 2014 ini tercatat jumlah murid yang sedang belajar adalah sebanyak  75 orang yang diasuh oleh 8 orang guru dengan kepala madrasah masih Bapak Muzahar. AR. Diantara guru-guru itu adalah murid-murid Bapak Muzawar AR sendiri. Sampai sekarang Murid MDTA ini masih berasal dari dua kecamatan, yaitu kecamatan Canduang dan   kecamatan Baso. Hal itu disebabkan karena lokasinya terletak di perbatasan dua kecamatan itu.

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat, bila ada yang meninggal dunia, anak-anak MDTA dipanggil untuk Yasinan. Setiap tahun selalu ada murid kelas tujuh Ponpes MMUS V Suku Canduang yang PPL disini.

MDTA al-Mujahidin ini memiliki visi menyiapkan generasi Qur’ani menyongsong masa depan gemilang dengan misi pendidikan dan dakwah Islamiyah. Tujuan dan targetya adalah menyiapkan anak didik agar menjadi generasi Qur’ani. Program pendidikannya antara lain: 1. Klasikal. Yaitu belajar di lokal. 2. Didikan Subuh setiap hari Minggu. 3. Pengabdian masyarakat seperti Takziyah dan Yasinan. 4. Karya Wisata, yaitu bertamasya dan tadabbur Alam.

Bidang studi yang diajarkan adalah:
1. Al-Qur’an
2. Al-Qur’an Tajwid
3. Tafsir al-Qur’an
4. Seni Baca Al-Qur’an
5. Tahfizh Qur’an
6. Qur’an Hadist
7. Aqidah Akhlak
8. Al-Qur’an
9. Al-Qur’an Tajwid
10. Tafsir al-Qur’an
11. Seni Baca Al-Qur’an
12. Tahfizh Qur’an
13. Qur’an Hadist
14. Aqidah Akhlak
15. Fiqh
16. Fiqih Ibadah
17. Imla’ / Khat
18. Sejarah Kebudayaan Islam
19. Bahasa Arab
20. Pidato

Guru-guru pengasuh pada tahun 2015 adalah:
1. M. AR. Kari Bagindo
2. Zulhelmi
3. Fitri Ningsih
4. Desi Linda Reni
5. Elvira Eka Putri
6. Ari Saputra R
7. Mira Sasmita Rahman
8. Sari  Mulyani.

Pada tahun 2015, program Didikan Subuh hanya diasuh oleh satu orang guru saja dengan jumlah murid 40 orang. Hal itu disebabkan karena kelas satu dan murid-murid yang berasal dari kecamatan sebelah tidak ikut Didikan Subuh.

Program Pembinaan Didikan Subuh Mushalla Al-Mujahidin
Dalam merancang program pembinaan Didikan Subuh mushalla Al-Mujahidin V Kampuang guru pembina berpedoman kepada buku petunjuk Didikan Subuh yang dikeluarkan oleh Lembaga Didikan Subuh Sumatera Barat. Rancangan programnya adalah seperti dibawah ini

  1.  Acara Didikan Subuh dilaksanakan setelah waktu subuh hari Minggu yang bertempat di mushalla, paling lama acaranya selesai pada jam 7 pagi.
  2. Murid-murid diharuskan datang ke mushalla sebelum shalat Subuh, dan kemudian dibimbing oleh guru untuk shalat Subuh berjama’ah di Mushalla. 
  3. Setelah shalat subuh, guru dan murid beserta jama’ah zikir dan doa bersama.
  4. Selesai zikir dan do’a murid-murid bersalam-salaman dengan guru dan jama’ah yang diiringi dengan shalawat yang dibacakan oleh salah seorang murid melalui pengeras suara.
  5. Kemudian guru membimbing murid-murid untuk segera duduk sesuai dengan formasi yang telah disepakati dan langsung memulai acara Didikan Subuh.
  6. Salah seorang murid tampil kedepan menjadi MC dan langsung memulai acara.
  7. Acara dimulai dengan doa sebelum belajar yang dibaca langsung oleh pembawa acara.
  8. Kemudian dua orang murid tampil ke depan membaca Wahyu Ilahi dan sari tilawah.
  9. Kemudian dua orang murid tampil ke depan mengumandangkan Adzan Subuh dan Iqamah.
  10. Kemudian dua orang murid tampil ke depan membaca Janji beserta Mars Didikan Subuh.
  11. Guru mengulang pelajaran yang telah berlalu dan menambah pelajaran baru sekitar 10 menit. Guru menstimulasi murid supaya bisa belajar di rumah dan minta bimbingan dengan guru di MDA atau TPA. Guru memimpin pengumpulan Infaq.
  12. Kemudian pada sesi acara tambahan, dilaksanakan praktek shalat Fardhu, praktek Shalat berjama'ah, praktek shalat Jenazah, Bacaan do'a – do'a, bacaan hapalan Ayat-ayat pendek, do’a penutup, dan lain-lain yang berfariasi setiap pekannya.
  13. Kemudian guru membagi tugas dulu kepada murid-murid untuk tampil pada Didikan Subuh Minggu depan.
  14. Terakhir Murid bersalam-salaman dengan guru disertai iringan shalawat. 

Secara praktis, inilah bentuk programnya:
No.
WAKTU
ACARA
PELAKSANA
A
Pra Acara
1
04: 30 Wib.
Memberi pengumuman melalui alat pengeras suara bahwa Subuh ini akan digelar acara Didikan Subuh, supaya murid-murid cepat bangun dan segera datang ke masjid dan mushalla
Guru
2
04. 50 Wib.
Shalat Subuh berjama’ah
Guru bersaa murid dan jama’ah masjid/mushalla
3
05:05 Wib.
Zikir dan doa, serta salam yang diiringi oleh bacaan shalawat Nabi.
Murid-murid bersama guru dan jama’ah shalat subuh
B
Acara Pokok
1
05:30 Wib.
Do'a belajar
Protokol

05: 35 Wib.
Pembacaan Kalam Ilahi dan Sari Tilawah
2 orang murid

05:45 Wib.
Azan Subuh dan Iqamah
2 orang murid

05: 55 Wib.
Pembacaan janji dan
Mars Didikan subuh
2 orang murid

06: 05 Wib.
Pemberian materi pelajaran
Guru

06:10 Wib.
Pengumpulan Infaq
Seluruh murid
C
Acara Tambahan

06:15 – 06:55 Wib.
Praktek shalat Fardhu
Praktek Shalat berjama'ah
Praktek Shalat Jenazah
Bacaan do'a – do'a
Bacaan hapalan Ayat-ayat pendek
Do’a Penutup
Dan lain-lain
Salah seorang murid

07:00 WIb
Bersalam-salaman dengan guru yang diiringi Shalawat
Semua murid

Acara Didikan Subuh disusun oleh guru di MDTA seminggu sebelum tampil. Dan murid Didikan Subuh dilatih ketika belajar di MDTA. Seminggu sebelum tampil, ia akan diberitahu oleh guru tugas masing-masing pada Minggu depan. Murid-murid didorong untuk berusaha belajar mandiri baik di MDTA maupun di rumah dengan guru maupun orang tua.


----------------------------------------------
Updated: 27 Mei 2015 - 00:30 Wib.

Selasa, 26 Mei 2015

Metode pengajaran Didikan Subuh

Metode pengajaran Didikan Subuh

Metode pengajaran Didikan Subuh
Adapun metode yang digunakan dalam pengajaran Didikan Subuh, secara garis besar ada tiga macam, yaitu:

  1. Sistem klasikal, maksudnya cara belajar yang umum, di mana seluruh peserta Didikan Subuh yang jumlahnya kadang-kadang sampai ratusan, itu dihadapi secara sekaligus. Oleh sebab itu, guru Didikan Subuh dituntut kompetensinya untuk dapat mengatur acara yang bisa kondusif dengan jumlah peserta yang banyak, seperti variasi susunan acara yang dibutuhkan oleh peserta, agar tidak terkesan membosankan, dan lain-lain.
  2. Sistem kelompok, maksudnya para peserta Didikan Subuh dikelompokkan menurut jenis dan tingkatannya. Selanjutnya akan dipandu oleh salah seorang guru Didikan Subuh. Cara ini biasanya dilakukan dalam rangka pendalaman materi yang sudah pernah diterima oleh peserta Didikan Subuh.
  3. Sistem individual, maksudnya guru Didikan Subuh dapat melakukan komunikasi secara individual kepada salah seorang peserta Didikan Subuh. Hal ini untuk mengetahui sampai di mana kemampuan peserta Didikan Subuh dalam menangkap materi yang diajarkan dalam Didikan Subuh.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya metode yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan Didikan Subuh dapat menggunakan beberapa metode yang tepat sesuai dengan kondisi anak didik yang sedang dihadapi. Hal ini bertujuan untuk dapat menciptakan pelaksaan Didikan subuh yang berkualitas serta mampu mewujudkan dari tujuan pelaksanaan Didikan Subuh tersebut.

Pendekatan dan pemilihan metode yang tepat sangat menentukan keberhasilan dari kegiatan Didikan Subuh. Sebab, sebaik apapun materi yang disajikan kepada anak didik, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, apabila metode penyampaiannya tidak menarik perhatian mereka. Justru itu, persoalan metode pelaksanaan ini merupakan suatu hal yang mesti jadi perhatian para pelaksana Didikan Subuh.

Secara terperinci metode dibawah ini bisa dipakai dalam kegiatan Didikan Subuh:
  1. Sosiodrama dan bermain peranan.
  2. Karya Wisata.
  3. Pemberian Tugas belajar (Resitasi).
  4. Ceramah.
  5. Metode Pendidikan Pengajaran tanya jawab
  6. Metode Pengajaran Diskusi
Disini kami juga menghadirkan petunjuk lapangan mengenai pelaksanaan Didikan Subuh di Mushalla. Untuk lebih jelasnya silahkan dibaca "Profil Didikan Subuh Mushalla Al-Mujahidin V Kampuang Canduang" atau klik disini
----------------------------------------------
Updated: 27 Mei 2015 - 00:30 Wib.

TENTANG KAMI

TENTANG KAMI

Fitra Yadi, S.PdI
Situs ini adalah kumpulan pengetahuan kami tentang Didikan Subuh. Dulu ketika mengajar di Pondok Pesantren MTI Canduang, Agam, Sumatera Barat sejak tahun 2002 sampai tahun 2014 kami juga aktif menjadi guru MDA dan membina Didikan Subuh di kecamatan Canduang. Ketika itu, kami pernah juga menjabat sebagai pengurus Lembaga Didikan Subuh (LDS) di nagari Canduang Koto Laweh dan di kecamatan Canduang.

Pada tahun 2003 kami mendapat pelatihan Didikan Subuh di Pusdiklat Kemenag Sumbar di Padang selama beberapa hari, kemudian pada tahun 2004 juga mengikuti pelatihan Didikan Subuh di Lubuk Basung, Agam, yang diselenggarakan oleh Kemenag Agam dan LDS Agam.

Sebagai tugas akhir kami di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) yayasan Ahlussunnah Bukittinggi, Didikan Subuh adalah objek kajian kami dalam menulis karya tulis ilmiyah Skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam.

Bila ada sesuatu hal yang bisa kami bantu, silahkan hubungi kami di no. Hp. 0853 7575 2585 atau bila anda tulisan tentang Didikan Subuh (Berita, Artikel, opini) silahkan layangkan email kepada kami ke alamat fitra.yadi@gmail.com

Untuk mengetahui tentang Didikan Subuh, silahkan dimulai membaca dari "Tentang Didikan Subuh" atau klik disini



----------------------------------------------
Updated: 25 Juli 2019 - 11:23 Wib.