Sabtu, 15 November 2008

Sejarah Didikan Subuh

SHARE
Sejarah Didikan Subuh
Pada tahun 1960-an suasana kehidupan politik di Indonesia mayoritas dikuasai oleh golongan nasionalis dan komunis sedangkan golongan agama sangat terpinggirkan. Kekuatan komunis yang semakin berpengaruh dalam pemerintahan merupakan tantangan besar bagi umat Islam. Didikan Subuh merupakan salah satu respon terhadap kondisi Pemerintahan Presiden Soekarno yang saat itu didominasi Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menerapkan/ membaurkan Nasionalisme, Agama  dan Komunisme yang disingkat) Nasakom. Masyarakat lebih banyak direcoki dan dimobilisasi isu konprontasi dengan Malasyia dan anti Amerika. Di mana-mana, di dinding toko, tembok-tembok pagar hingga ke sekolah-sekolah dipenuhi corat coret tulisan Ganyang Malaysia dan Ganyang Armada Ke 7 Amerika. Menghadapi kemungkinan perang, rakyat diperintahkan membuat lobang berbentuk leter “L” di depan, dibelakang atau di bawah rumah masing-masing sebagai tempat persembunyian. Di setiap sekolah juga dibuat lubang lebih besar semuat seluruh murid sekolah. Selain menyiapkan rakyat terlatih  yang kemudian digabungkan ke dalam organisasi Pemuda Rakyat, lembaga pendidikan hingga kegiatan pramuka pun dikerahkan belajar Nasakom dan bahkan belajar huruf Cina. Padahal kemudian bertiup kabar bahwa bila PKI berhasil mengambilalih kekuasan pemerintahan, maka seluruh umat Islam akan dibunuh. Para ulama, tokoh masyarakat atau tokoh-tokoh yang anti PKI masuk dalam lest hitam atau daftar orang-orang yang akan dibunuh. Lobang-lobang tadi akan digunakan sebagai kuburan massal.

Kekuatan PKI (Partai Komunis Indonesia) memang sudah kelihatan semenjak Pemilu pertama pada tahun 1955, dimana mereka mendapat suara yang cukup meyakinkan, yakni sebagai pemenang keempat setelah PNI, Masyumi dan NU. Sikap mereka yang agresif itu semakin nampak setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno untuk pembubaran Konstituante dan kembali ke UUD 45. Keputusan presiden itu didukung oleh segenap bangsa Indonesia dimana semua orang saat itu diliputi perasaan gembira. Namun rupanya PKI memiliki kepentingan politik yang besar dibalik pembubaran Badan Konstituante itu.

Pada tanggal 5 Maret 1960 Bung Karno secara terselubung dipaksa membubarkan Parlemen (DPR) hasil Pemilu 1955 yang mayoritas kursi diduduki oleh golongan Islam dari beberbagai partai seperti NU, Masyumi, PSI dan PERTI, dengan alasan bahwa DPR tidak mendukung Demokrasi Terpimpin dan demokrasi terpimpin tidak mengenal adanya oposisi, tetapi gotong royong. Menteri Keamanan Nasional/KSAD Jenderal Nasution, tidak mendukung pembubaran itu.

Pada tanggal 27 Maret 1960 Bung Karno membentuk DPR-GR (Gotong Royong) yang pada hakikatnya wakil rakyat ini hanyalah sebagai pembantu presiden. Kemudian mengakhiri eksistensi partai-partai politik yang oposional seperti Partai Katolik, IPKI, NU, PSII, Parkindo ,Masyumi dan PSI, serta mengikat semua parpol dalam Front Nasional. Korban pertamanya adalah Partai-partai Islam. Pada tanggal 17 Agustus 1960 dua partai Islam Masyumi dan PSI dibubarkan Soekarno. Yang membuat semakin minornya posisi umat Islam dalam kebijakan politik.

Masyarakat Islam merasakan situasi yang semakin hari semakin mencekam, namun tidak dapat berbuat apa-apa, barang siapa yang berbuat diluar kehendak penguasa, dicap sebagai kontra revolusi dan dapat saja ditangkap walaupun tanpa prosedur hukum. Keberadaan umat Islam amat terjepit, yang berakibat pada lemahnya pembinaan umat.

Dalam situasi seperti itu pendidikan agama terpinggirkan. Pesantren dan kegiatan di masjid dicurigai dan diawasi sehingga kegiatan mengaji ana-anak di surau dan cermah-ceramah agama di masjid jadi sepi. Kalau pun ada yang berani melaksanakan pendidikan agama di surau/mushalla dan masjid akan ditakuti-takuti dan digangu oleh orang-orang tak dikenal yang waktu disebut orang hitam.

Untuk memperbaiki posisi umat Islam yang minor itu dari segi politik tidak memungkinkan. Berbagai ikhtiar dilakukan umat Islam untuk pendidikan agama anak-anak. Cara lain yang ditempuh adalah dengan jalan mendidik kaum mudanya menanamkan nilai-nilai Islam kepada mereka sejak usia dini. Di Sumatera Barat, kaum muda itu diperkuat supaya mengaji ke Masjid dan Surau. Salah satunya adalah melaksanakan pendidikan di waktu subuh yang kemudian berubah istilah jadi Didikan Subuh.

Masjid Muhammadan Padang
Pada tahun 1964 beberapa orang anak-anak yang ikut jamaah shalat subuh di masjid Muhammadan pasar Batipuh Padang selatan, diajari ayat dan hadist, bernyanyi dan juga bersajak. Walaupun di laksanakan secara sambilan saja tidak terprogram, namun ternyata ide kebetulan ini menarik hati mereka karena masih tergolong baru sehingga cukup mendapat perhatian pada masa itu. Berikutnya mereka diajak bertamasya, jalan-jalan sambil menyanyikan tembang bernuangsa Islam.

Kegiatan Didikan Subuh itu berjalan beberapa bulan saja dan tidak ada perkembangan yang berarti disebabkan karena jamaah Masjid itu pada umumnya adalah pedagang, serta tidak ada kader yang meneruskan. Namun di Masjid Istiqamah Sawahan Padang timur kegiatan Didikan Subuh itu seperti mendapat lahan subur serta menuju proses penyempurnaan yang dibina oleh Almunir bersama M. Zen Arief guru SD Adabiah. Ternyata, berkat publikasi koran-koran anti PKI dan RRI, didikan subuh cepat diterima dan diikuti masyarakat dan  berkembang ke masjid-masjid lain di Kota Padang.

Didikan Subuh mulai tenar dan berkembang di kota Padang, hal demikian membangkitkan semangat dan gairah baru. Kemudian terbentuklah Lembaga Didikan Subuh. Jenjang kepengurusannya adalah tingkat Masjid/Mushalla, nagari/kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan sampai kepada pengurus pusat yang hanya baru berkedudukan di tingkat propinsi yang diresmikan di Balai Kota oleh Wali Kota Padang Zainal Abidin St. Pangeran. Peresmian yang ditetapkan sebagai hari jadi Didikan Subuh itu digelar pada peringatan Maulid Nabi tanggal 12 Rabiul Awwal 1385 / 11 Juli 1965.

Melalui mahasiswa dan pedagang yang lalu-lalang singgah di kota Padang, DDS (Didikan Subuh) berkembang ke seluruh daerah di Sumatera Barat dan menjadi primadona pendidikan Islam di Surau pada masa itu. Tidak hanya disitu, DDS bahkan ada pula di Riau, Jambi, Bengkulu dan bahkan mungkin juga di daerah lain yang digerakkan oleh mahasiswa yang belajar di kota Padang dan perantau-perantau Minang.

Pada awal tahun 1966 idiologi Komunis merasuk sampai kepada anak-anak. Diceritakan di sebuah Sekolah Dasar di Kota Padang seorang guru menyuruh muridnya meminta permen kepada Tuhan, kata gurunya “Tuhan tidak memberi apa-apa kepada kamu, itu buktinya bahwa Tuhan itu tidak ada”. Keprihatinan itu menumbuhkan DDS hingga bersemi dihati masyarakat sebagai benteng aqidah dan akhlak anak-anak.

Sebagian besar penggerak Didikan Subuh adalah pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Pelajar Islam Indonesia (PII) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saat itu kedua organisasi ini merupakan anggota inti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) motor penumbangan Orde Lama. Mereka punya pasukan khusus (pasus) dengan jaket loreng kuning merah hitam dan mendapat latihan dasar kemiliteran. Anak-anak didikan subuh pun dilatih kesamaptaan.

Pada bulan Juni 1966 LDS (Lembaga Didikan Subuh) Sumatera Barat mendidik pembina-pembina DDS se-Sumatera Barat di Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang dan ditambah dengan latihan baris berbaris dan gerak jalan yang dilatih oleh HMI. Dilanjutkan dengan apel akbar pada tanggal 8 Agustus 1966 dilapangan Imam Bonjol Padang yang dihadiri oleh LDS (Lembaga Dididikan Subuh) utusan dari berbagai kabupaten kota seluruh Sumatera Barat yang disulut bunyi genderang. Pembina-pembina baru DDS itu kembali ke daerah dan melakukan pembinaan pula di kabupaten/kota masing-masing.

DDS tumbuh menjadi organisasi kader militan yang kontra komunis. Pada tahun 1966 itu juga di Canduang kabupaten Agam bila hari Jum’at, kader-kader DDS sepulang sekolah bergerombolan berjalan ke pelosok-pelosok kampung menyusuri sawah-ladang menyerukan shalat Jum’at kepada semua laki-laki yang mereka temui. Sehingga keluar ucapan-ucapan yang menggambarkan militansi seperti “kalualah pak, pai sumbayang! Kalau indak kami ganyang” (keluarlah pak, pergi sembahyang! Kalau tidak kami ganyang). Kata-kata itu di serukan berkali-kali sehingga orang-orang takut tidak ke Masjid bisa-bisa mereka dianggap pengikut PKI dan bakal dipencilkan atau diusir dari kampung. Bahkan ada pula yang bersembunyi dibalik pematang sawah dan didalam ladang bila kader-kader DDS melewati mereka.

Dalam perkembangannya, Alim- ulama, niniak-mamak, cadiak-pandai, aparat pemerintah yang pro Islam banyak memberi dukungan, begitu pula dari pihak militer yang juga menginginkan Komunis hengkang dari Indonesia.

Buya Prof. DR. Hamka yang kala itu jadi ketua/imam Masjid Al-azhar Kemayoran Jakarta, juga mengembangkan Didikan Subuh dan kuliah subuh bagi orang dewasa. Kuliah subuhnya  diterbitkan Majalah Panji Masyarakat, majalah Islam Pimpinan Buya Hamka. Belakangan kuliah subuh itu dibukukan.

Pada masa era 1960-an dan 1970-an DDS mencatat even-even historis yang monumental, antara lain menerima Proklamator Bung Hatta dalam suatu apel di gubernuran Padang. Kemudian ditempat yang sama menerima Presiden Soeharto dalam kunjungan pertamanya ke Sumatera Barat dan Sambutan ketua MPRS, A.H Nasution dalam Muswil I Lembaga Didikan Subuh Sumatera Barat.

Tahun 1970-an di era Orde Baru, kondisi politik, sosial pembangunan ekonomi dan budaya sudah bergerak maju. DDS mulai mengalami pasang surut yang kemudian benar-benar hening, hanya kegiatan muhadarah di satu-dua Masjid/Mushalla saja yang kedengaran setiap Subuh hari Minggu. Demikian itu karena kondisi yang melatarbelakangi berdirinya gerakan Didikan Subuh sudah berubah.

Sejak ditetapkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, maka dengan semangat otonomi daerah itu Sumatera Barat kembali mencanangkan gerakan DDS yang dipicu oleh lemahnya semangat keislaman, hilangnya rasa malu, sopan- santun, masjid dan mushalla jauh dari jama’ah serta generasi muda kurang bergairah belajar agama.

Kabupaten Agam yang memiliki visi Agam mandiri, berprestasi yang madani, melalui program babaliak banagari dan kembali kesurau, serta untuk mendukung memasyarakatkan program DDS, pemerintah daerah sudah mengalokasikan dana APBD tahun 2002 untuk pembinaan dan pengembangan DDS melalui proyek peningkatan Bimbingan dan Kerukunan hidup beragama dengan kegiatan pelatihan guru pembina DDS dan pengadaan buku pedoman DDS.

Pada tahun 2002 pemerintah kabupaten Tanah Datar juga menganggarkan Pendapatan Belanja Daerahnya untuk penerbitan buku-buku panduan DDS, melatih Pembina-pembina DDS, membiayai acara DDS Gabungan dan Perkampungan DDS. Bahkan LDS (Lembaga Didikan Subuh) kabupaten Tanah Datar memiliki konsep DDS sendiri yang terkenal dengan nama “Didikan Subuh Santri Mandiri” yang yang diprakarsai oleh ustazd Afrizon, S.Ag juga dibiayai sendiri oleh pemerintahnya. Demikian juga dengan kabupaten/kota yang lain.

Pada tahun 2003 pemerintah daerah propinsi Sumatera Barat menganggarkan dana Pendapatan Belanja Daerah untuk mencetak buku-buku panduan serta mendidik pembina Didikan Subuh se Sumatera Barat.

Sebagai salah satu ikhtiar Walikota Padang Fauzi Bahar untuk memakmurkan masjid sekaligus membentengi anak-anak dengan akidah, ibadah dan akhlak yang baik, program DDS dijadikan bagian dari penentuan nilai rapor. Program ini wajib diikuti oleh 40 ribu murid SD se-kota Padang. Siswa yang tidak mengikuti DDS sebanyak dua kali akan kena her. ''Nilai ulangan akhir sekolah ditambah nilai Didikan Shubuh, kemudian dibagi dua, itulah nilai rapor,''

Pelaksanaan DDS itu didorong oleh keprihatinan Walikota Padang Fauzi Bahar akan minimnya jumlah jam pendidikan agama yang diterima oleh para siswa. Dalam setahun jumlah jam pelajaran agama tak lebih dari 30 jam. Namun jikalau Pemda menyisipkan tambahan jam pelajaran agama tidak mungkin lagi. Sebab semua jam pelajaran sudah terisi penuh. Langkah yang ditempuh adalah mengoptimalkan DDS yang lamanya 20 minggu. Jikalau 20 di kali 2,5 jam, maka jumlahnya mencapai 50 jam. Ini hampir dua kali lipat jumlah jam pelajaran agama di sekolah. Hal itu juga di dorong oleh dampak positif yang dilihat oleh Walikota Padang Fauzi Bahar terhadap siswa setelah mengikuti pesantren kilat selama 1 minggu di masjid-masjid di kota Padang pada bulan Ramadhan 2005, kemudian menindak lanjutinya dengan mengoptimalkan program DDS.

Di Kota Padang Panjang Program DDS merupakan kegiatan ekstra kurikuler yang diprogramkan langsung oleh Pemerintah kota. Kepengurusan LDS mendapat surat keputusan (SK) dari walikota, dan pembiayaannya masuk dalam anggaran pemerintah kota. Ketua DPRD Kota Padang Panjang tahun 2005, Drs. H. Hamidi, mendukung sepenuhnya kegiatan DDS, termasuk memasukkan biayanya kedalam APBD.

Dukungan pemerintah daerah sangat besar terhadap pengembangan program DDS sehingga dirasakan sebagai milik semua kalangan. Hal itu mengurangi beban Lembaga Didikan Subuh yang dibarengi dengan semakin berkurangnya  peran lembaga secara kelembagaan. Terbukti tahun 2006 masa bakti kepengurusan Lembaga Didikan Subuh pusat sudah berakhir namun kepengurusannya belum juga diganti, walaupun ketuanya Dr. H. Syahrul Zainudin telah meninggal dunia pada bulan Oktober 2008. LDS Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih sangat aktif. Sedangkan yang lain Program DDS setiap hari Minggunya tetap berjalan walaupun tidak ada LDS yang mengurusi.

Dalam rangka memperingati Hari Amal Depag ke-64, HUT Kota Payakumbuh ke-38 dan peringatan Tahun Baru Islam 1430 H, pada hari Ahad tanggal 28 Desember 2008 LDS Kota Payakumbuh yang diketuai Drs. Omay Mansur MAg menggelar acara lomba Paket Didikan Subuh (PDS) tingkat Sumbar, yang bertempat di halaman Gedung DPRD di Jalan Sukarno-Hatta Payakumbuah. Lebih-kurang seratus TPA/TPSA se-Sumatera Barat hadir dalam lomba PDS yang baru pertama kali diadakan itu. Lomba ini menyediakan hadiah berupa tropi dan sejumlah Tabanas. Pengurus Pusat Lembaga Didikan Subuh yang berkedudukan di Padang juga diundang yang diwakili oleh Yunizar Paraman. BA yang menjabat sebagai sekretaris umum. Paket lomba yang digelar, meliputi MC, pembacaan wahyu Illahi dan saritilawah, adzan subuh dan do’anya, Janji Didikan Subuh, Mars Didikan Subuh, penampilan, nyanyi duet guru dan murid, evaluasi dan tambahan pelajaran dari guru serta Ikrar Didikan Subuh. Lomba ini berdurasi 30 menit dengan jumlah 20 personil

Pada  hari Jum'at-Ahad, 10-12 Juli 2009 PKDS V (Perkampungan Didikan Subuh) ke-5 Kabuaten Tanah Datar di gelar di Kecamatan Salimpaung. Tepatnya di nagari Sumaniak. PKDS ini adalah kegiatan rutin yang telah di gelar sejak tahun 2005. Biaya kegiatan diambil di APBD yang sudah dianggarkan oleh Bupati Tanah Datar serta bantuan Camat dan KUA serta masyarakat Tanah Datar. Kafilah dari masing-masing kecamatan diinapkan di rumah-rumah penduduk Sumanik. Pada acara itu hadir Bupati Tanah Datar, Kakemenag Tanah Datar, ketua DPRD Tanah Datar, Seluruh KUA Tanah Datar yang mendampingi 14 kafilah DDS yang jumlah keseluruhannya 800 orang. Pada waktu itu, kecamatan Batipuh meraih juara umum

Hari Sabtu, 19 Desember 2009 puluhan ribu anak-anak DDS padati Lapangan Cindua Mato Batusangkar dalam acara Apel Besar Lembaga Didikan Subuh mensyiarkan 1 Muharram 1431 H. Hadir pada acara tersebut Asisten I Pemerintahan dan Kesra Drs. Hardiman,  Staf Ahli Bupati bidang Kesra Irsal Verry Idrus, SH, PLT Ka. Kakandepag serta Kepala Dinas dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar. Yang bertindak sebagai Pembina apel langsung Bupati Tanah Datar M.Shadiq Pasadigoe. Acara itu juga dalam rangka mewujudkan salah satu visi kabupaten tanah datar yaitu “ Meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama, adat dan budaya dengan penguatan kelembagaan sosial budaya sesuai dengan ABS-SBK di Tanah Datar Luhak Nan Tuo. Apel besar ini juga diikuti oleh BKMT se Kabupaten Tanah Datar.

Senin, 18 Januari 2010 Bupati Agam, Aristo Munandar, memberi penghargaan kepada pengurus Masjid Istiqamah, di Jorong Guguak Randah, Nagari Guguak Tabek Sarojo, Kecamatan IV Koto, atas keberhasilan meraih peringkat pertama dalam lomba didikan subuh (DDS) tingkat Sumatera Barat. Penghargaan yang diterima masjid tersebut, selain berupa piagam, juga sejumlah uang tunai sebesar Rp15 juta dari kabupaten, ditambah dari pemerintah provinsi sebesar Rp25 juta. Penghargaan diberikan secara langsung oleh Bupati Agam, Aristo Munandar kepada Walinagari Guguak Tabek Sarojo, Asrul Dias, Msc, dan selanjutnya diserahkan kepada pengurus masjid itu.

Rabu 4 Agustus 2010, dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1431 H, Kota Serambi Mekah Padangpanjang dimeriahkan dengan berbagai kegiatan bernuansa Islami. Di antaranya Didikan Subuh Terpadu yang dibuka oleh Walikota Padangpanjang, dr. H. Suir Syam, M.Kes, MMR di Lapangan Brigjen Anas Karim Kantin Padangpanjang. Walikota pada kesempatan tersebut, mengajak semua pihak agar kegiatan ini jangan dijadikan sebagai kegiatan dan agenda Tahunan saja.

Pada hari Kamis tanggal 30 Desember 2010 Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno memberikan hadiah lomba Didikan Subuh tergiat di Autitorium Gubernuran Padang kepada Juara I Kabupaten Solok Selatan menerima satu piala tetap dan dana sebesar Rp. 10 juta, Juara II Kabupaten Pasama menerima satu piala tetap dan dana sebesar Rp. 6,5 Juta, Juara III Kabupaten Agam menerima satu piala tetap dan dana sebesar Rp. 5 juta, harapan I Kota Padang Panjang dan harapan II Kabupaten Tanah Datar menerima piala tetap dan dana masing-masing sebesar Rp. 1 juta.

Seiring dengan perkembangan zaman dengan pasang-surut dan segala situasi yang mempengaruhinya sampai sekarang DDS masih eksis sampai ke berbagai daerah seperti Riau, Jambi dan Bengkulu.

DDS di Kompleks Masjid Muthmainnah POLDA Riau

Untuk selanjutkan silahkan pelajari "Tujuan Didikan Subuh" atau klik disini
----------------------------------------------
Updated: 26 Mei 2015 - 23:52 Wib.
SHARE

Author: verified_user

Penulis lepas, guru ngaji, da'i dan aktifis sosial

0 komentar: